Kerajaan Kendan
Resiguru Manikmaya, Raja Pertama Kendan Sang Resiguru Manikmaya datang dari Jawa Timur. Ia berasal dari keluarga Calankayana, India Selatan. Sebelumnya, ia telah mengembara, mengunjungi
beberapa negara, seperti: Gaudi
(Benggala), Mahasin (Singapura),
Sumatra, Nusa Sapi (Ghohnusa) atau Pulau Bali,
Syangka, Yawana, Cina, dan
lain-lain. Resiguru Manikmaya menikah dengan Tirtakancana, putri Maharaja Suryawarman, penguasa ke-7 Tarumanagara (535-561
M). Oleh karena itu, ia dihadiahi daerah Kendan (suatu wilayah perbukitan
Nagreg di Kabupaten Bandung), lengkap dengan rakyat dan tentaranya.
Resiguru Manikmaya, dinobatkan menjadi seorang
Rajaresi di daerah Kendan. Sang Maharaja Suryawarman,
menganugerahkan perlengkapan kerajaan berupa mahkota Raja dan mahkota
Permaisuri. Semua raja daerah Tarumanagara, oleh Sang Maharaja Suryawarman, diberi tahu dengan surat. Isinya,
keberadaan Rajaresi Manikmaya di
Kendan, harus diterima dengan baik. Sebab, ia menantu Sang Maharaja, dan mesti
dijadikan sahabat. Terlebih, Sang Resiguru Kendan itu, seorang Brahmana ulung, yang telah banyak
berjasa terhadap agama. Siapa pun yang berani menolak Rajaresiguru Kendan, akan dijatuhi hukuman mati dan kerajaannya
akan dihapuskan.
Dari
perkawinannya dengan Tirtakancana, Sang Resiguru Manikmaya Raja Kendan,
memperoleh keturunan beberapa orang putra dan putri. Salah seorang di antaranya
bernama Rajaputera Suraliman. Dalam usia 20 tahun, Sang Suraliman dikenal
tampan dan mahir ilmu perang. Sehingga, ia diangkat menjadi Senapati Kendan, kemudian diangkat pula
menjadi Panglima Balatentara (Baladika)
Tarumanagara.
Resiguru
Manikmaya memerintah di Kerajaan Kendan selama 32 tahun
(536-568 Masehi). Setelah resiguru wafat, Sang Baladika Suraliman
menjadi raja menggantikan ayahnya di Kendan.
Penobatan Rajaputra Suraliman, berlangsung pada tanggal 12
bagian gelap bulan Asuji tahun 490 Saka (tanggal 5 Oktober 568 M.). Sang Suraliman terkenal selalu unggul dalam
perang. Dalam perkawinannya dengan putri Bakulapura
(Kutai, Kalimantan), yaitu keturunan Kudungga
yang bernama Dewi Mutyasari, Sang Suraliman mempunyai seorang putra dan seorang putri. Anak sulungnya
yang laki-laki diberi nama Sang Kandiawan. Adiknya diberi nama Sang Kandiawati.
Sang Kandiawan, disebut juga Rajaresi Dewaraja atau Sang Layuwatang.
Sedangkan Sang Kandiawati,
bersuamikan seorang saudagar dari Pulau Sumatra, tinggal bersama suaminya. Sang
Suraliman, menjadi raja Kendan
selama 29 tahun (tahun 568-597 M). Kemudian ia digantikan oleh Sang Kandiawan
yang ketika itu telah menjadi raja daerah di Medang Jati atau Medang Gana. Oleh karena itu, Sang Kandiawan
diberi gelar Rahiyangta ri Medang Jati.
Setelah
Sang Kandiawan menggantikan ayahnya
menjadi penguasa Kendan, ia tidak
berkedudukan di Kendan, melainkan di
Medang Jati (Kemungkinan di Cangkuang, Garut). Penyebabnya adalah
karena Sang Kandiawan pemeluk agama Hindu Wisnu. Sedangkan wilayah Kendan, pemeluk agama Hindu Siwa. Boleh jadi,
temuan fondasi candi di Bojong Menje oleh Balai Arkeologi Bandung, terkait dengan keagamaan masa silam Kendan.
Sebagai
penguasa Kendan ketiga, Sang Kandiawan
bergelar Rajaresi Dewaraja. Ia punya lima putra,
masing-masing bernama Mangukuhan, Karungkalah, Katungmaralah, Sandanggreba,
dan Wretikandayun. Kelima putranya,
masing-masing menjadi raja daerah di Kulikuli,
Surawulan, Peles Awi, Rawung Langit, dan Menir.
Kemungkinan, lokasi kerajaan bawahan Kendan
tersebut berada di sekitar Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.
Sang Kandiawan menjadi raja hanya 15 tahun
(597-612 M). Tahun 612 Masehi, ia mengundurkan diri dari tahta kerajaan, lalu
menjadi pertapa di Layuwatang Kuningan.
Sebagai penggantinya, ia menunjuk putra bungsunya, Sang Wretikandayun, yang waktu itu sudah menjadi rajaresi di daerah
Menir.
Sang Wretikandayun dinobatkan sebagai
penguasa Kerajaan Kendan pada tanggal 23 Maret 612 Masehi,
dalam usia 21 tahun. Malam itu, bulan sedang purnama. Esok harinya, matahari
terbit, tepat di titik timur garis ekuator. Sang Wretikandayun tidak berkedudukan di Kendan ataupun di Medang Jati, tidak juga di Menir. Ia
mendirikan pusat pemerintahan baru, kemudian diberi nama Galuh (harfiah : permata, Kerajaan Galuh).
Lahan pusat pemerintahan yang dipilihnya diapit oleh dua batang sungai yang
bertemu, yaitu Citanduy dan Cimuntur. Lokasinya yang sekarang, di desa Karang
Kamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis.
Sebagai
Rajaresi, Sang Wretikandayun memilih istri, seorang putri pendeta bernama Manawati, putri Resi Makandria. Manawati dinobatkan sebagai permaisuri dengan nama Candraresmi. Dari perkawinan ini, Sang Wretikandayun memperoleh tiga orang
putra, yaitu Sempakwaja (lahir tahun
620 M), Jantaka, (lahir tahun 622
M), dan Amara (lahir tahun 624 M).
Ketika
Sang Wretikandayun dinobatkan
sebagai Raja Kendan di Galuh, penguasa di Tarumanagara saat itu, adalah Sri
Maharaja Kretawarman (561-628 M).
Sebagai Raja di Galuh, status Sang Wretikendayun adalah sebagai raja
bawahan Tarumanagara.
Berturut-turut, Sang Wretikandayun
menjadi raja daerah, di bawah kekuasaan Sudawarman
(628-639 M), Dewamurti (639-640 M), Nagajayawarman (640-666 M), dan Linggawarman (666-669 M).
Ketika Linggawarman digantikan oleh Sang Tarusbawa, umur Sang Wretikandayun sudah mencapai 78 tahun.
Ia mengetahui persis tentang Tarumanagara
yang sudah pudar pamornya. Apalagi Sang Tarusbawa
yang lahir di Sunda Sembawa dan mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Ini merupakan peluang bagi Sang Wretikandayun untuk membebaskan diri
(mahardika) dari kekuasaan Sang Tarusbawa.
Sang Wretikendayun segera mengirimkan duta
ke Pakuan (Bogor) sebagai ibu kota Kerajaan
Sunda (lanjutan Tarumanagara) yang baru, menyampaikan surat kepada Sang Maharaja Tarusbawa. Isi
surat tersebut menyatakan bahwa Galuh
memisahkan diri dari Kerajaan Sunda, menjadi kerajaan yang mahardika.
Sang Maharaja Tarusbawa adalah raja yang cinta damai dan adil bijaksana. Ia
berpikir, lebih baik membina separuh wilayah bekas Tarumanagara daripada menguasai keseluruhan, tetapi dalam keadaan
lemah. Tahun 670 Masehi, merupakan tanda berakhirnya Tarumanagara. Kemudian
muncul dua kerajaan penerusnya, Kerajaan
Sunda di belahan barat dan Kerajaan Galuh di belahan timur, dengan batas wilayah kerajaan Sungai Citarum. Pada tahun 1482, kedua kerajaan ini dipersatukan oleh Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi), menjadi Kerajaan
Sunda Pajajaran.
Kisah
lengkap Kerajaan Kendan bersumber
pada naskah Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II sarga 4 (naskah wangsakerta)
0 Response to "Kerajaan Kendan"
Post a Comment